Tuesday, May 8, 2007

Tulisan Bingung soal Moral

Kemarin malam, kebetulan saya menyaksikan sinetron Yoyo yang ditayangkan RCTI pada pukul 3:30 dini hari. yang menarik perhatian saya waktu itu adalah satu adegan yang memperlihatkan Yoyo menasehati seorang wanita yang menyukai Yoyo, tapi karena cinta tak berbalas, memutuskan selingkuh dan mengundang seorang laki-laki masuk ke dalam rumahnya. Singkatnya, berdua, bukan muhrim, dalam rumah. Alhasil, Yoyo pun menasehati dia supaya jangan melanggar norma-norma yang ada didalam masyarakat, walaupun itu didalam rumahnya sendiri. Yoyo juga mengungkapkan kalau mereka tinggal di negara yang menjunjung tinggi moral dan norma agama. Pertanyaan sekejap muncul dalam otak saya. Apa kita pernah punya moral?


Sebagai manusia Indonesia yang baru hidup selama 16 tahun, rasanya sulit bagi saya untuk mengomentari suatu issue yang melibatkan 200 juta manusia. Bahkan walau saya ustadz sekalipun. Itu keyakinan saya. Tapi kalau kita lihat, memang banyak juga orang-orang yang mengatasnamakan moral dan norma agama yang dijunjung tinggi Masyarakat Indonesia untuk menasehati atau bahkan mendasari sebuah aksi kekerasan. Lalu muncul lagi pertanyaan di kepala saya. Apa dengan mengatasnamakan moral untuk melakukan aksi kekerasan membuat kita bermoral? Saya rasa tidak. Karena saya belum pernah tahu kalau kita merusak rumah, toko, dan sesuatu yang bukan hak kita untuk merusaknya itu bermoral. Sekali lagi, saya dibingungkan. Lalu dimana letak moral dalam masyarakat sebenarnya?

Apa kita pernah punya moral?

Menjawab pertanyaan ini sangat sulit untuk saya, bahkan mungkin setiap orang. Karena menurut saya semua orang pasti punya moral, hanya cara berpikir dan visilah yang akan membedakan eksekusi dari pernyataan moral itu sendiri. Tapi kalau kita mau lihat dari sejarah dan berani mengakui kesalahan, kita akan melihat kalau moral dan norma agama bukan menjadi junjungan tertinggi di negeri ini. Sikap KKN dan manipulatif yang sudah membudaya sejak jaman Soekarno sampe Soeroboyo (eh salah deng, SBY), jelas bukan sifat yang mencerminkan penjunjung tinggi moral dan norma. Dari situ saja sudah bisa dinyatakan kalau orang Indonesia bukan orang yang bermoral. Yang lebih hebat lagi, dari sudut pandang orang awam, kebanyakan korupsi berupa manipulasi keuangan terjadi di gedung-gedung "terhormat" yang "katanya" diisi oleh orang-orang terhormat. Bahkan ada yang bilang, orang-orang terhormat ini melakukan korupsi saat mewakili rakyat Indonesia yang "katanya" bermoral tinggi dan penjunjung norma agama. Sifat representatif dari orang-orang "terhormat" ini tidak saja memalukan bagi diri mereka sendiri, tapi juga memalukan seluruh rakyat Indonesia karena menyatakan mereka tidak bermoral sama saja menyatakan "Rakyat Indonesia tidak bermoral" karena kitalah yang memilih mereka, yang menggaji mereka, yang menghidupi mereka. Jadi apa jawaban untuk pertanyaan pertama? Jelas terlalu tidak bermoral untuk menyatakan kita tidak pernah punya moral, tapi wajar kalau kita menyatakan, "tingkat moral kita membuat belum pantas bagi kita untuk menilai tingkat moral orang lain, apalagi sampai mengadili". Tambahan sedikit, pernyataan ini juga meng"habisi" pandangan beberapa "pemikir" dan "sastrawan" yang menyatakan "ada degradasi dalam nilai-nilai kehidupan dan moral orang Indonesia" karena apanya yang mengalami degradasi, wong moral kita uda gak jelas dari dulu.

Dimana letak moral dalam masyarakat sebenarnya?

Dalam menjawab pertanyaan ini, sebenarnya kita perlu menelaah lagi apa definisi moral sebenarnya. Karena sulit bagi saya yang hanya ABeGe untuk menjawab pertanyaan ini tanpa definisi yang jelas. Tapi menurut saya, posisi moral yang paling terlihat dalam masyarakat Indonesia adalah saat kita merasa terganggu dengan ketidakbermoralannya masyarakat Indonesia itu sendiri. Menurut saya, disitulah letak moral paling tinggi pada manusia, karena disitulah letak moral yang paling alami dan tak ternodai. Di hati kita sendiri, dan yang membedakannya hanyalah kualitas nurani kita sendiri. Masalah besarnya adalah, saat kita mencoba melakukan aksi nyata untuk menyatakan suara hati kita pada masyarakat. Saat itu, tiba-tiba suara hati yang sangat murni dan simpel dibuat rumit oleh banyaknya pandangan dalam kepala kita. Dalam eksekusinya, kebanyakan aksi "bermoral" malah menempatkan eksekutornya dalam posisi TIDAK BERMORAL, karena biasanya sang eksekutor tidak mau mendengar suara hati dan moral orang lain. Inilah yang disebut Conflict Of Morality. Dan jujur saja, yang mengalami degradasi bukanlah moral orang Indonesia atau apapun sebutannya, tapi kualitas pendidikan dan sumber data yang masuk ke kepala kita, yang memang menurun seiring menurunnya tingkat ekonomi masyarakat.

--------------------------------------------------------------
Sisa artikelnya gak ada, mendadak gw ilang mood dan pecah fokus...sori nih kalo tulisannya agak gak biasa :"( soalnya gw sendiri lagi buntu dan males nulis...gak tahu kenapa, lagi banyak pikiran neh. Uda gitu malah nekat bikin artikel pake "saya" lagi.....

No comments: